Bbk Ende Dalam Rekaman Sejarah

Bbk Ende Dalam Rekaman Sejarah
Bbk Ende Dalam Rekaman Sejarah
- BBK Ende dalam Rekaman Sejarah, BBK. Itulah abreviasi yang biasa untuk menyebut Biara Bruder St. Konradus. Letaknya tersembunyi dari keramaian arus lalulintas Kota Ende, berdampingan dengan SMAK Syuradikara di Jalan Wirajaya, Kelurahan Paupire, Kecamatan Ende Selatan. Tahun ini (2010), panti religius ini akan berusia 54 tahun.
 Itulah abreviasi yang biasa untuk menyebut Biara Bruder St BBK Ende dalam Rekaman Sejarah

Seorang novelis pernah mengatakan:’Masa lampau memang sukar dilupakan, terlebih kalau terjadi insiden yang berkesan di hati’. BBK sebagai sebuah forum pendidikan dan pembentukan Bruder SVD telah berkiprah selama 54 tahun tentunya menyimpan sejarah paling menakjubkan bagi bersemainya panggilan bruder pribumi di Flores.

Baca juga : Tradisi “Saok Nate” orang Dawan: Perkawinan Budaya Halaika dan Iman Kristiani

Para misionaris Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini/SVD) datang di Indonesia untuk pertama kalinya pada tahun 1913 di Atapupu, Belu, Timor. Sejak ketika itulah misi SVD menyepakkan sayapnya ke seluruh daratan Timor dan meluas ke Flores. Para misionaris SVD terdiri dari imam dan bruder. Karya misioner mereka telah membuka tabir kebodohan dan kemiskinan warga masyarakat kita zaman itu. Para misionaris abnormal menaburkan benih akidah serentak karya kemanusiaannya. Cara hidup mereka amat menggugah nurani orang-orang yang mengenal secara dekat.

Gayung pun bersambut, benih akidah yang ditaburkan ternyata jatuh di tanah yang subur. Kuncup calon-calon bruder di Flores bermunculan. Rencana mendirikan sebuah rumah pendidikan yang layak menjadi diskusi panjang dan alot di antara perintis karya misi SVD. Novisiat SVD telah dibangun di bukit Ledalero untuk para calon imam. Pater Martens selaku Pejabat Regional, pada 1943, mengambil keputusan mendapatkan calon-calon bruder di Ledalero. Para calon bruder belum mempunyai daerah training yang permanen. Karena itu, agenda training dan pendidikan digabungkan. Penggabungan ini ternyata menyebabkan problem tersendiri. Demi intensifnya training bagi calon bruder maka muncullah rencana pemindahan para novis bruder.

Baca juga : Memecah Pembisuan 'Timor dan Tragedi G30S/PKI'

Mulanya timbul wacana untuk memindahkan Novisiat Bruder SVD dari Ledalero ke Ende. Sebab ada yang berpikir perihal sekolah pertukangan di Ende. Tetapi ada yang berkeberatan, alasannya ialah berdasarkan Pater Molenaar dan Pater Vlit bahwa cukup sulit menggabungkan begitu saja calon-calon bruder di sekolah pertukangan. Keramaian Kota Ende dinilai sangat bermanfaat bagi para calon bruder. Sementara itu, ada yang menganjurkan di Kampung Tengah, Larantuka. Pater Martens menulis surat kepada Pater Regional P.J. Bouma, SVD bahwa hanya Ende menjadi taruhan. Sebab di sana terdapat banyak kemungkinan untuk banyak sekali bidang kejuruan untuk calon bruder.

Pimpinan SVD pada ketika itu balasannya menjatuhkan pilihan pada Kota Ende. Novisiat Bruder SVD dipindahkan dari Ledalero ke Biara Bruder St. Konradus Ende pada 3 Juni 1955. Pembangunan gedung belum rampung. Para calon bruder untuk sementara waktu menempati sayap kecil dari SMAK Syuradikara Ende. Setelah gedung dibangun, tepatnya Hari Minggu Palem, 18 Maret 1956, Biara Bruder Santu Konradus dihuni secara resmi dengan perayaan ekaristi perdana. Hari itu dicatat sebagai hari lahirnya BBK.

Baca juga : FIVE REASONS TO LOVE TIMOR, Bae Sonde Bae Tanah Timor Lebe Bae

Penghuni pertama dari biara yang gres ini ialah P.W. Fliessgarten, 7 bruder dalam kaul sementara, 1 novis tahun II, 6 postulan dan 2 probanis. Penghuni lainnya ialah sejumlah kandidat yang sedang berguru bekerja di kebun.

Pada umumnya para calon bruder ialah tamatan Sekolah Rakyat (SR) dan berasal dari Flores. Mereka memperoleh pendidikan dengan kurikulum khusus untuk kebutuhan intern. Mereka dilatih, dididik dan bekerja di bengkel (kayu, besi, jahit), percetakan, perkebunan dan peternakan. Belum timbul rencana untuk mengikuti pendidikan formal ibarat Sekolah Menengah Pertama dan SMA. Umumnya mereka berguru pada pimpinan unit kerja, karyawan, dan para bruder senior. Mereka dituntut untuk mendalami profesi mereka secara otodidak. Mereka sanggup membangun segala jenis dan tipe bangunan. Mereka andal membaca gambar dan menciptakan analisis tersebut hingga sanggup membangun sebuah gedung. Mereka bukan saja sanggup menjahit, tetapi membuka kursus penjahitan. Mereka sangat profesional dalam bidangnya. Mereka dididik menjadi misionaris yang tangguh.

Waktu berubah seturut perubahan zaman. Kapitel Regio VI tahun 1962 menyepakati satu resolusi mengenai pendidikan bruder dan kandidat bruder sebagai berikut. Pertama, boleh diterima calon bruder yang mau menjadi katekis atau pengajar. Kedua, untuk calon-calon tamatan SD 6 tahun dibuka masa kandidat berbentuk Sekolah Menengah Pertama atau STP yang berlangsung selama 4 tahun. Ketiga, pendidikan kejuruan di daerah kerja, kantor dan sekolah-sekolah lanjutan atas.

Baca juga : WWF Indonesia – Mutis-Timau di Timor Barat

Pada 1965, sejumlah calon yang masuk baik sebagai kandidat maupun sebagai novis turun drastis hingga 50%. Penyebabnya tidak sanggup digambarkan ketika itu. Sangat boleh jadi bahwa suasana yang mencakup segenap kehidupan masyarakat Indonesia ikut mensugesti pendidikan bruder yang sedang berlangsung.

Kapitel Regio VII yang diadakan pada November 1968 mengeluarkan satu resolusi. ‘Hendaklah dituntut dari yang mau menjadi bruder SVD supaya berijazah SMP,SMEP, SUT’. Sistem pendidikan para bruder tetap menjadi pembicaraan dalam setiap pertemuan resmi para anggota SVD. Seiring dengan itu, BBK sebagai forum pendidikan bruder mengemas sistem pendidikan tersendiri. Sejak 1980, calon-calon yang ingin menjadi bruder hanya diterima dari tamatan SLTA. Umumnya para calon bruder berasal dari NTT dan Timor Leste. Para calon menempuh tahap-tahap awal training (postulat, novisiat dan yuniorat) di BBK. Selanjutnya praktik lapangan dan studi profesi. Sejak angkatan Br. Simplisius Hanafi, SVD, para bruder mulai dikirim untuk studi di akademi tinggi.

Penutupan Kelas Persiapan Atas (KPA) pada Seminari Menengah melahirkan aliran gres bagi pimpinan SVD di Ende. Biara Bruder St. Konradus membuka Postulat Gabungan pada tahun 1992. Sampai ketika ini ada 6 imam alumni Postulat Gabungan BBK yakni Pater Kletus Nenda, SVD, P. Simon Sido, SVD; Pater Goris Geroda, SVD; Pater Thomas Tulung, SVD; Pater Joakim Leu dan P. Bonefasius Pasi, SVD (bisa ditambahkan). Sementara itu sejumlah frater sedang menjalani masa kuliah di STFK Ledalero.

Baca juga : Daftar Lengkap Tokoh Pahlawan Nasional dan Tokoh Daerah dari Nusa Tenggara Timur (Update)

Sesuai dengan Keputusan Kapitel Provinsi SVD Ende tahun 2003, Biara Bruder Santu Konradus Ende hanya mendapatkan calon bruder. Lembaga pendidikan dan pembentukan dasar para bruder SVD di BBK Ende telah berusian 54 tahun. Sebagian besar alumni berkarya di Indonesia dan sebagian kecil lainnya berkarya di luar negeri melayani misi SVD sejagat antara lain Australia, PNG, Filipina, China, Jepang, Roma, Ghana, Zambia, Togo, Kongo, Madagaskar, Argentina, Brasil, Paraguay, Bolivia,dll.

Gedung BBK pernah luluhlantak jawaban guncangan tempa bumi 12 Desember 1992. Demi kelangsungan proses training dan pendidikan para bruder, Pater Alex Ganggu, SVD selaku rektor ketika itu bekerja keras untuk membangun gedung darurat. Selanjutnya mengharuskan ia untuk berjuang membangun kembali gedung-gedung yang hancur dan merehabilitasi mental para bruder untuk kembali bangun menatap hidup gres di tengah keterpurukkan situasi jawaban gempa. Gedung BBK kembali berdiri tegak pada masa kepemimpinan Pater Tarsisius Djuang. Sedangkan rumah permanen untuk para postulan dibangun kembali dan dihuni semenjak Januari 2004.

Sejak berdirinya hingga ketika ini sudah 14 rektor yang memimpin komunitas religius ini yaitu P.W. Fliessgarten, SVD (1955-1957), P.H. de Beer (1957-1959), P.P Muda (1959), P. H. Van Ejick (1959-1963), P. H. Hermens (1963-1966), P. Philipus Djuang (1966-1972), P. H. Kok (1972-1975), P. Gaspar Sa (1975-1976), P. Y. Czachorek (1976-1978), P. Didakus Diwa (1978-1987), P. Alex Ganggu (1987-1993), P.Tarsisius Djuang (1993-1999), Br. Benyamin Ade (1999-2005), Br. Martin Mamaq (2005-sekarang).

Biara Bruder Santu Konradus ternyata mempunyai sejarah panjang tersendiri yang direkam rapi oleh para perintis pendidikan para bruder pribumi. BBK Ende ialah ‘rahim’ panggilan bruder SVD, kini boleh berbangga diri dikarenakan telah menyiapkan para bruder untuk melayani karya misi Gereja sejagat. Karena itu, bersama pendiri SVD, Santu Arnoldus Janssen, orang- orang yang terlibat dalam panti religius ini (pendidik dan rektor), dalam nada syukur berseru: ‘Setiap pohon besar harus mulai dari tunas yang kecil dan setiap pribadi perkasa pada mulanya seorang anak yang lemah. Kami tidak sanggup menuntaskan kiprah ini, tetapi kami berharap semoga Tuhan menyempurnakan seturut kehendak-Nya’. ****

dari catatan FB Yohanes Tanouf
Sumber https://www.bloggerntt.com/