Seorang laki-laki China yang dipenjara selama lebih dari 25 tahun atas perkara pembunuhan yang tidak dilakukannya mendapatkan ganti rugi dari pemerintah sebesar 4,6 juta yuan (sekitar Rp 9,4 miliar).
Jumlah ganti rugi tersebut termasuk kompensasi untuk kerugian psikis sebesar 1,9 juta yuan dan kompensasi untuk hilangnya kebebasan eksklusif sebesar 2,5 juta yuan.
Liu Zhonglin, yang sekarang berusia 50 tahun, mendapatkan pembayaran kompensasi oleh Pengadilan Rakyat Menengah Liaoyuan, pada Senin (7/1/2019).
Liu ditahan dikala masih berusia 22 tahun, sehabis menemukan mayit seorang wanita di lahan pertanian di kampung halamannya, Desa Huimin, Provinsi Jilin.
Dia lalu menjadi tersangka dan dinyatakan bersalah pada 1994. Liu sempat dijatuhi eksekusi mati, namun lalu diubah menjadi penjara seumur hidup.
Yakin dirinya tak bersalah, Liu terus memperjuangkan banding selama 9.217 hari masa penahannya di balik jeruji.
Akhirnya pada tahun 2012, atau sehabis 22 tahun kemudian, Pengadilan Tinggi Jilin bersedia menilik kembali perkara ini. Namun Liu belum dibebaskan.
Barulah pada Januari 2016, pengadilan tetapkan untuk mengeluarkan Liu dengan investigasi yang masih dilanjutkan.
Dua tahun berselang, ialah pada 20 April 2018, Liu jadinya dinyatakan tak bersalah atas perkara yang pernah dijatuhkan kepadanya.
Pengadilan menyatakan fakta dan bukti yang ada tidak cukup mengatakan Liu sebagai pelaku. Namun pelaku pembunuhan yang sebetulnya juga belum ditemukan.
Meskipun kompensasi yang diterimanya jauh dari tuntutan semula, ialah sebesar 16,7 juta yuan atau sekitar Rp 34 miliar, Liu mengaku cukup puas.
"Tapi saya tetap telah kehilangan hari-hari terbaik saya," ungkapnya dilansir SCMP, Selasa (8/1/2019).
Disampaikan Zhu Xiaoding, seorang pengacara dari Kantor Hukum Cailiang Beijing, kompensasi negara untuk eksekusi yang salah telah mempunyai aturan yang jelas.
"Jumlah atas kehilangan kebebasan eksklusif yang dibayar untuk setiap hari masa penjara yang dijalani telah ditentukan oleh Mahkamah Tertinggi dan Kejaksaan Agung setiap tahun sesuai dengan anggaran kompensasi tahunan."
"Meskipun selain itu ada sejumlah kompensasi perhiasan untuk kerugian psikis atau faktor lainnya," ujarnya.
China merupakan salah satu negara dengan tingkat eksekusi tertinggi di dunia, ialah mencapai 99,9 persen pada 2016. Namun tingkat kesalahan hukumannya juga tergolong tinggi.
Mahkamah Agung telah menghapus penggunaan tingkat penghukuman sebagai tolok ukur kinerja pengadilan semenjak 2014.
Diharapkan peniadaan itu bakal mengurangi terjadinya keputusan pengadilan yang salah maupun penyiksaan untuk pengukuhan paksa dari terdakwa.
Jumlah ganti rugi tersebut termasuk kompensasi untuk kerugian psikis sebesar 1,9 juta yuan dan kompensasi untuk hilangnya kebebasan eksklusif sebesar 2,5 juta yuan.
Liu Zhonglin, yang sekarang berusia 50 tahun, mendapatkan pembayaran kompensasi oleh Pengadilan Rakyat Menengah Liaoyuan, pada Senin (7/1/2019).
Liu ditahan dikala masih berusia 22 tahun, sehabis menemukan mayit seorang wanita di lahan pertanian di kampung halamannya, Desa Huimin, Provinsi Jilin.
Dia lalu menjadi tersangka dan dinyatakan bersalah pada 1994. Liu sempat dijatuhi eksekusi mati, namun lalu diubah menjadi penjara seumur hidup.
Yakin dirinya tak bersalah, Liu terus memperjuangkan banding selama 9.217 hari masa penahannya di balik jeruji.
Akhirnya pada tahun 2012, atau sehabis 22 tahun kemudian, Pengadilan Tinggi Jilin bersedia menilik kembali perkara ini. Namun Liu belum dibebaskan.
Barulah pada Januari 2016, pengadilan tetapkan untuk mengeluarkan Liu dengan investigasi yang masih dilanjutkan.
Dua tahun berselang, ialah pada 20 April 2018, Liu jadinya dinyatakan tak bersalah atas perkara yang pernah dijatuhkan kepadanya.
Pengadilan menyatakan fakta dan bukti yang ada tidak cukup mengatakan Liu sebagai pelaku. Namun pelaku pembunuhan yang sebetulnya juga belum ditemukan.
Meskipun kompensasi yang diterimanya jauh dari tuntutan semula, ialah sebesar 16,7 juta yuan atau sekitar Rp 34 miliar, Liu mengaku cukup puas.
"Tapi saya tetap telah kehilangan hari-hari terbaik saya," ungkapnya dilansir SCMP, Selasa (8/1/2019).
Disampaikan Zhu Xiaoding, seorang pengacara dari Kantor Hukum Cailiang Beijing, kompensasi negara untuk eksekusi yang salah telah mempunyai aturan yang jelas.
"Jumlah atas kehilangan kebebasan eksklusif yang dibayar untuk setiap hari masa penjara yang dijalani telah ditentukan oleh Mahkamah Tertinggi dan Kejaksaan Agung setiap tahun sesuai dengan anggaran kompensasi tahunan."
"Meskipun selain itu ada sejumlah kompensasi perhiasan untuk kerugian psikis atau faktor lainnya," ujarnya.
China merupakan salah satu negara dengan tingkat eksekusi tertinggi di dunia, ialah mencapai 99,9 persen pada 2016. Namun tingkat kesalahan hukumannya juga tergolong tinggi.
Mahkamah Agung telah menghapus penggunaan tingkat penghukuman sebagai tolok ukur kinerja pengadilan semenjak 2014.
Diharapkan peniadaan itu bakal mengurangi terjadinya keputusan pengadilan yang salah maupun penyiksaan untuk pengukuhan paksa dari terdakwa.