Makalah Perihal Ijab Kabul Ii Bang Yudha

Makalah Perihal Ijab Kabul Ii Bang Yudha
Makalah Perihal Ijab Kabul Ii Bang Yudha
Tugas
PAI



Disusun
O
L
E
H

Nama kelompok 5
v Yudha Pratama Irawan
v Surya Bastian
v Reski Armadan
v M . kholid
v Alfin Ajisman
SMKN 1 RAO SELATAN
Dinas pendidikan propinsi sumatra barat





PERNIKAHAN
   A. NIKAH
1. Pengertian nikah
            Menurut bahasa , nikah berarti menghimpun dan mengumpulkan . Menurut ilmu fikih , nikah ialah janji yang menghalalkan hubungan antara laki - laki dan perempuan yang bukan muhrim sesuai dengan ketentuan aturan syariat  .
            Pengertin tersebut memperlihatkan bahwa pemenuhan kebutuhan biologis bagi laki-laki dan perempuan perlu diatur dengan pernikahan , yaitu suatu Hubungan yang mempunyai dasar dan tujuan tertentu sehingga yang tercipta Hubungan lawan jenis yang beradap , mempunyai keturunan yang sah dan hidup tenang lahir dan batin .
Nabi muhammad saw . menganjurkan untuk meniakh kepada mereka yang sudah bisa dan bagi yang belum bisa menikah dianjurkan untuk berpuasa semoga terkendali . hal ini menyerupai tertuang didalam hadist . yang artinya :
 “ wahai para cowok , siapa diantara kalian telah memperoleh kemamuan ( menghidupi rumah tangga) kawinlah . lantaran sebenarnya ,prnikahan itu lebih bisa menahan pandangan mata dan menjaga kemaluan .Dan barang siapa belum bisa melaksanakannya ,hendaklah ia berpuasa ,karena puasa itu akan meredakan gejolak hasrat seksual. ( HR.jamaah )

2. Dasar nikah
           Selain hadis di atas, banyak ayat al-quraan yang sanggup di jadikan dasar untuk melaksanakan pernikahan .Ada 23 ayat yang spesifik membicarakan hal -hal yang bekerjasama pernikahan . Satu di antaranya ialah QS An-nahl,16-72,berikut ini
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ۚ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
Artinya
 Dan allah menimbulkan bagimu pasangan ( suami atau istri) dari jenis kau sendiri dan menimbulkan anak dan cucu bagimu rezeki dari yang baik .Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mngingkari  nikmat Allah (QS. Az-Zariyat , 51-49)

3. Tujuan nikah
         Nikah dan perkawinan ialah perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri ( dengan resmi ) . Kata nikah dalam al-quraan memakai kata zawwaja dan kata zauwj yang berarti pasangan , lantaran dengan pernikahan , seseorang mendi berpasangan- pasangan . Seperti yang terkandung dalam QS. Az- Zariyat , 51-49 dan QS. Yasin ,36;36 yang artinya sebagai berikut.
“ Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang -pasangan  agar  kamu mengingat ( kebesaran allah ) .’’  ( QS . Az – Zariyat 51 ; 49)

“ Mahasuci ( Allah ) yang telah membuat semuanya berpasang- pasangan , baik dari apa yang ditumbuh kan oleh bumi, dan dari diri mereka sendiri , maupun dari apa yang tidak mereka ketahui . “ ( QS . Yasin , 36;36 ) .
4. Hukum Nikah
         Berdasarkan latar belakang dan alasannya , aturan menikah menjadi bermacam- macam, yaitu sebagai berikut : 
a.      wajib, yaitu bagi orang yang telah bisa memberi nafkah lahir dan batin serta memenuhi kewajiban – kewajban lainnya,dan takut jatuh dalam perbuatan zina.
b.      Sunah, yaitu bagi orang yang sudah bisa memberi nafkah lahir dan batin serta memenuhi kewajiban- kewajiban lainnya, namun masih bisa menundanya .
c.      Haram, yaitu bagi orang yang bermaksud menyakiti calon istri dan atau ingin melampiaskan rasa dendamnya.
d.      Makhruh, yaitu orang yang berkeinginan tetapi belum bisa memberi nafkah dan memenuhi kewajiban – kewajiban lainnya.
e.      Jaiz, mubah ( boleh ) yaitu berdasarkan asal hukumnya.

5. Rukun dan syarat-syarat nikah
          Hakikat rukun nikah ialah persetujuan antara pihak laki-laki dan pihak perempuan untuk saling mengikatkan diri secara aturan dalam pernikahan. Karena bersifat rohani dan mustahil di ketahui oleh orang lain, persetujuan ini peru di ungkapkan dalam bentuk pernyataan ijab dan kabul, yang lazim disebut janji nikah.
Rukun nikah ialah sebagai berikut :
a.      Mempelai laki-laki
Syarat mempelai laki-laki ialah sebagai berikut.
·        Beragama islam
·        Dewasa
·        Menikah atas kemauan sendiri, tanpa paksaan
·        Hubungan dengan calon istri bukan mahram, atau sepersusuan
             Tidak sedang haji atau umrah
b.     Mempelai perempuan
Syarat mempelai perempuan ialah sebagai berikut.
·        Beragama islam
·        Dewasa
·        Tidak dalam ikatan perkawinan dengan laki-laki lain, termasuk  yang masih dalam idah
·        Hubungan dengan suami bukan mahram
·        Tidak dalam keadaan haji atau umrah
c.      Wali
Syarat-syarat wali nikah sebagai berikut :
·        Islam
·        Laki-laki
·        Balig
·        Berakal
·        Merdeka
·        Adil
d.      Saksi
Syarat-syarat menjadi saksi nikah ialah :
·        Islam
·        Balig
·        Berakal
·        Laki-laki, dan
·        Adil
e.      Akad ( ijab kabul )
Akad ialah pernyataan ijab ( penyerahan ) dan kabul ( penerimaan ). Jadi, pada hakikatnya, janji merupakan kesediaan perempuan untuk dinikahi melalui walinya dan kesanggupan bagi si laki-laki untuk menikahinya.

6. Hikmah Nikah
Adapun pesan yang tersirat nikah antara lain sebagai berikut :
1.      Pekerjaannya sarat dengan muatan ibadah lantaran bermanfaat bagi anak dan istri atau keluarganya
2.      Memperoleh keturunan yang sah
3.      Dapat berbagi naluri kebapakan/keibuan serta menyalurkan naluri kasih sayangnya kepada anak
4.      Bertambah dan berkembang rasa tanggung jawabnya
5.      Bertambah rezekinya
6.      Berkembang jiwa sosialnya
7.      Bertambah wibawa/martabatnya
8.      Bertambah senang

   B. TALAK

1.      Pengertian Talak
  
Perjalanan kehidupan berumah tangga belum tentu semulus yang dibayangkan. Masalah bisa tiba dari suami  istri, saudara atau keluarga salah satu dari mereka, dan bisa juga dari pihak luar. Mengatasi duduk masalah keluarga ialah dengan memanggil wali dari kedua belah pihak untuk membantu menyelesakannya. Namun, yang biasa terjadi justru di adukan kepada teman,tetangga, atau yang lain. Akibatnya,sebagian besr permasalahan menjadi semakin merucing dan berakhr pada perceraian. Sekalipun islam memperkenakan perceraian, tetapi islam sangat membencinya. Perhatikan firman allah swt. Berikut ini  yang artinya :
“ Dan kalau keduanya bercerai, maka allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari karunianya. Dan allah maha luas ( karunia-nya),mahabijaksana” ( QS. An-Nisa’,4:130)

2.      Lafal Talak
Ada dua macam kalimat yang di gunakan dalam perceraian, yaitu sarih dan kinayah. Sarih ialah kalimat yang terang, tidak ragu-ragu, menyatakan secara terperinci maksud memutuskan ikatan nikah. Misalnya suami berkata” saya ceraikan kamu”.kalimat tersebut, baik di niatkan untuk mencari atau tidak, telah mengakibatkan jatuh satu talak, kecuali kalau kalimat tersebutkan di maksudkan sebagai sindiran.
Kinayah ( sindiran), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu sehimgga sanggup di   artikan ganda. Misalnya suami berkata” pulanglah kau kerumah orang tuamu” kalimat  ini kalau tidak di niatkan menjatuhkan talak, tidak mengakibatkan jatuh talak, namun kalau kalimat tersebut di niatkan, akan mengakibatkan jatuh satu talak.
3.      Bilangan  Talak
Talak ialah perbuatan yang halal namun paling di benci oleh Allah sw, dan tidak dilakukan oleh rasulullah saw. Ada beberapa tahapan dalam  pelaksanaan talak. Tahapan ini bertujuan semoga suami-istri mempertimbangkan kembali keputusannya sehingga kembali rujuk dalam satu rumah tangga yang utuh. Secara bertahap, talak terdiri dari 3 kali. Pada talak pertama dan kedua, suami-istri masih di perkenakan rujuk kembali selama masih dalam masa idah. Tetapi bila masa idahnya sudah selesai, keduanya menikah kembali. Allah swt, berfirman :
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
Artinya :               
“ Talak ( yang sanggup di rujuk ) itu dua kali. ( Setelah itu suami istri sanggup ) menahan dengan baik, atau melespaskan dengan baik ...” ( QS. AL-Baqarah, 2: 229)

4.      Macam-macam Talak
a.      Talak raj’i, yaitu talak pertama dan kedua yang di jatuhkan suami kepada istrinya. Pada masa ini, suami boleh rujuk dengan istrinya selama masih dalam masa idah. Talak raj’i terbagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.
1.      Talak kinayah
Talak kinayah merupakan talak yang di ucapkan suami kepada istrinya dalam bentuk sindiran.
2.      Talak sarih
Talak sarih atau talak konkret ialah talak yang di jatuhkan seorang suami kepada istrinya dengan lafal dan ucapan yang terperinci bermakna perceraian.

b.      Talak Bai’n, yaitu talak dari seorang suami kepada istrinya yang mengharuskan mereka untuk melaksanakan ijab kabul lagi kalau ingin rujuk. Talak bai’n terdiri dari dua macam, yaitu sebagai berikut
1.      Talak bai’n sugra
Talak bai’n sugra ialah talak tebus ( khulu ) dan menalak istri yang belum di campuri.
2.      Talak bai’n kubra
Talak bai’n kubra ialah talak tiga, yaitu talak yang sudah di jatuhkan seorang suami kepada istrinya sebanyak tiga kali dalam waktu yang berbeda. Setelah talak tiga jatuh, seorang suami tidak sah rujuk kembali kecuali mantan istrinya sudah menikah dengan orang lain dan kemudian bercerai dengan suami keduanya itu. 
c.      Talak al- batah, yaitu talak dari suami kepada istrinya yang berlaku untuk selama-selamanya dan tidak akan rujuk kembali
d.      Talak mujaz, yaitu talak yang di jatuhkan kepada istri dan tidak ada penangguhan atasnya.
e.      Talak mu’allaq, yaitu talak yang di jatuhkan kepada istrinya tergantung pada suatu perbuatan yang dilakukan istrinya di waktu yang akan tiba

5.      Hikmah Talak
Di antara pesan yang tersirat talak ialah sebagai berikut :
a.      Merupakan jalan keluar darurat dari kemelut rumah tangga yang berkepanjangan sebagai akhir tidak serasi nya hubungan antara suami dan istri.
b.      Perceraian memungkinkan kedua belah pihak kembali saling menghormati dan menghargai satu sama lainnya, dan menyadari bahwa persaudaraan sesama muslim harus di bina kembali, tanpa harus menyimpan dendam.
c.      Sebagai pembuka jalan untuk merintis kembali   mencari pasangan gres yang lebih sesuai. Kegagalan dalam berumah tangga bisa di jadikan pelajaran dan pengalaman dalam kehidupan berumah  tangga selanjutnya.


C. IDAH

1.      Macam-macam idah
idah ialah masa menunggu bagi istri yang di ceraikan suaminya. Kenyataan memperlihatkan yang bercerai menyerupai bermusuhan, tidak saling tegur dan sapa.
Allah berfirman :
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا
Artinya :
“ Dan kalau kamu  khawatir terjadi persengketaan antara kedua nya, maka kirimlah  seorang juru tenang dari keluarga  laki-laki dan seorang juru tenang dari keluarga perempuan. Jika keduanya ( juru tenang itu ) bermaksud mengadakan perbaikan, pasti allah memberi taufik kepada suami- istri itu. Sungguh ,allah maha mengetahui, meneliti.” ( QS. An-NISA’ 4: 35 )

Adapun masa idah yang di  adalah sebagai berikut :
a.      Istri yang di tinggal mati suami ( cerai mati ) masa idah nya ialah 4 bulan 10 hari.
b.      Istri yang belum pernah di campuri ( belum bekerjasama seksual ) dan bukan cerai mati tidak punya idah
c.      Istri yang hamil idahnya hingga ia melahirkan 
d.      .Istri yang masih produktif ( masih haid ) idahnya ialah tiga kali suci.
e.      Istri yang sudah menopause ( sudah tidak haid lagi ) idahnya hanya 3 bln.

2.      Hak-hak istri dalam masa idah
a.      Istri yang taat dalam idah raj’iyyah berhak atas kawasan tinggal ( rumah ), pakaian dan belanja hidup tiap hari selama masa idah.
b.      Istri yang dalam idah ba;in yang sedang  hamil, berhak atas  tempat tinggal, dan biaya setiap hari.
c.      Bagi istri yang idah ba’in tetapi tidak hamil, baik talak tebus / khulu’/ talak tiga mereka hanya berhak atas kawasan tinggal.
d.      Sedang istri yang cerai mati tidak mendapatkan hak idah lantaran ia sekaligus memperoleh harta warisnya.


D. RUJUK


1.      Hukum Rujuk
Rujuk ialah kembalinya suami kepada istri yang sudah dicerainya.Hukum rujuk ialah sebagai berikut :
a.      di talak sebelum giliranya di sempurnakan
b.      Haram, apabila rujuk di niatkan suami untuk menyakiti istrinya.
c.      Makruh, apabila perceraian justru lebih baik bagi ke duanya.
d.      Sunah, apabila suami ingin memperbaki keadaan mantan istrinya atau dengan rujuk lebih baik bagi keduannya.
2.      Rukun Rujuk
a.      Istri, di syaratkan :
·        Sudah pernah di campuri ( hubungan seksual )
·        Keadaan istri yang di rujuk itu tertentu,
·        Talak raj’iyyah
·        Masih dalam masa idah
b.      Suami , di syaratkan :
·        Dengan kehendak sendiri
·        Ada niat melaksanakan kewajiban-kewaibannya.
c.      Saksi, di syaratkan adil
d.      Sigat, ada ikrar yang terperinci dan bisa di pahami istri wacana niat yang baik dan tulus dari suami.

E. KETENTUAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974

Menurut undang-undang no 1 tahun 1974. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang senang dan baka berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Seorang perempuan hanya boleh mempunyai satu suami, sementara seorang pria, lantaran alasan-alasan tertentu, di perbolehkan mempunyai istri lebih dari satu, dengan syarat :
a.      Ada persetujuan dar istri
b.      Ada kepastian bahwa suami bisa menjamin kebutuhan istri dan anak- anak mereka
c.      Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri dan bawah umur mereka.
Perkawinan hanya di izinkan bagi laki-laki yang sudah berusia 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Dua orang yang akan menikah tida boleh mempunyai hubungan darah ( baik vertikal maupun horizontal ), tida bekerjasama semenda ( mertua, anak tiri, menantu, bapak/ibu tiri  ), tidak memilki hubungan susuan, tidak mempunyai hubungan saudara dengan istri ( kalau istri  lebih dari satu ). Selain itu, perkawinan juga dihentikan bagi mereka yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dihentikan kawin.
Perkawinan sanggup putus lantaran beberpa sebab, yaitu :
a.      Kematian
b.      Perceraian atau
c.      Keputusan pengadilan.
Ketika suami isrti bercerai, keduanya tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya. Bapak bertanggung jawab atas biaya pemeliharaan dan pendidikan yang di perlukan anak. Namun, kalau bapak tidak sanggup memenuhi kewajiban itu, pengadilan sanggup memilih bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
MAHRAM DALAM NIKAH ADA 2 BAGIAN:

Pertama: mahram yang haram dinikahi selamanya

Mereka ada 14 golongan; 7 menjadi mahram lantaran nasab, dan 7 menjadi mahram lantaran sebab, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah -Subhanahu wata’ala-  QS. An-Nisa’: 22 – 23.
Mereka yang menjadi mahram selamanya lantaran nasab adalah:
1.      Ibu, Nenek dan seterusnya ke atas, berdasarkan firman Allah -Subhanahu wata’ala-, artinya: ”diharamkan atas kau (mengawini) ibu-ibumu” (QS. An-Nisa’: 23)
2.      Anak perempuan, cucu perempuan dan cicit (anak cucu) perempuan dan seterusnya ke bawah, berdasarkan firman Allah -Subhanahu wata’ala-, artinya: ”anak-anakmu yang perempuan” (QS. An-Nisa’: 23)
3.      Saudara perempuan baik saudara kandung, saudara sebapak ataupun saudara seibu, berdasarkan firman Allah -Subhanahu wata’ala-, artinya: ”saudara-saudaramu yang perempuan” (QS. An-Nisa’: 23)
4.      Saudara perempuan bapak (bibi dari bapak)[1], berdasarkan firman Allah -Subhanahu wata’ala-, artinya: ”saudara-saudara bapakmu yang perempuan” (QS. An-Nisa’: 23)
5.      Saudara perempuan ibu (bibi dari ibu)[2],  berdasarkan firman Allah -Subhanahu wata’ala-, artinya: ”saudara-saudara ibumu yang perempuan” (QS. An-Nisa’: 23)
6.      Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan dari saudara laki-laki), dan cucu perempuan saudara laki-laki, berdasarkan firman Allah -Subhanahu wata’ala-, artinya: ”anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki” (QS. An-Nisa’: 23)
7.      Anak perempuan dari saudara perempuan (keponakan dari saudara perempuan), berdasarkan firman Allah -Subhanahu wata’ala-, artinya: ”anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan” (QS. An-Nisa’: 23)

Mereka yang menjadi mahram selamanya lantaran alasannya ialah adalah:

1.      Wanita yang dili’an bagi orang yang meli’an[3]nya. Ketika Al-Juzjani meriwayatkan dari Sahl bin Sa’d, beliau berkata: ”Telah berlalu (berlaku) sunnah bagi 2 orang yang saling meli’an semoga mereka dipisah kemudian tidak berkumpul lagi selamanya”[4]. Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah berkata: ”Kami tidak mengetahui seorangpun yang menyelisihi dalam hal ini”[5]
2.      Menjadi mahram lantaran persusuan. Setiap perempuan yang diharamkan lantaran nasab sebagaimana di atas maka ia juga diharamkan lantaran persusuan. Seperti ibu dansaudara perempuan, berdasarkan firman Allah -Subhanahu wata’ala-, artinya: ”ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan” (An-Nisa’: 23). Nabi -Shalallahu alaihi wasalam– bersabda: ”menjadi mahram lantaran persusuan apa yang menjadi mahram lantaran nasab” (Mutafaq ’alaihi)
3.       Menjadi mahram dikarenakan telah diaqad menjadi istri bapak atau kakek, berdasarkan firman Allah -Subhanahu wata’ala-, artinya: ”dan janganlah kau kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu” (QS. An-Nisa’: 22)
4.      Menjadi mahram lantaran menjadi istri anaknya dan seterusnya ke bawah (istri cucu), berdasarkan firman Allah -Subhanahu wata’ala-, artinya:  (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu)” (QS. An-Nisa’: 23)
5.      Menjadi mahram ibu istri dan neneknya hanya dengan sekedar aqad, berdasarkan firman Allah تعالى, artinya:  ibu-ibu isterimu (mertua)” (QS. AN-Nisa’: 23)
6.      Menjadi mahram anak perempuan istri dan cucu perempuan istri dari anak laki-laki apabila telah terjadi hubungan dengan istri[10], berdasarkan firman Allah تعالى, artinya: ”anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kau campuri, tetapi kalau kau belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kau ceraikan), maka tidak berdosa kau mengawininya” (QS. AN-Nisa’: 23)

Kedua: mahram yang haram dinikah untuk sementara waktu

Macam pertama : haram dinikah lantaran alasannya ialah dikumpulkan (jam’)

1.      Haram untuk mengumpulkan (menikahi dalam waktu bersamaan) antara 2 perempuan bersaudara, berdasarkan firman Allah -Subhanahu wata’ala-, artinya: ”dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara” (QS. an-Nisa’: 23). Demikian juga haram mengumpulkan antara seorang perempuan dengan bibinya, berdasarkan sabda Rasulullah -Shalallahu alaihi wasalam-:
لاَ يُجْمَعُ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا ، وَلاَ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَخَالَتِهَا
“Tidak dikumpulkan seorang perempuan dengan bibi dari bapaknya dan tidak pula dengan bibi dari ibunya” (mutafaq ’alaih)

Macam yang kedua: haram dinikahi lantaran masa tertentu

1.      Tidak boleh menikahi perempuan yang sedang dalam masa ’iddah (menunggu) lantaran pisah dengan suaminya yang pertama, berdasarkan firman Allah -Subhanahu wata’ala-, artinya: ”dan janganlah kau ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya” (Al-Baqoroh: 235). Di antara pesan yang tersirat hal ini ialah bisa jadi perempuan tersebut hamil, sehingga akan tercampur air mani dan rancunya nasab anak.
2.      Haram menikahi perempuan yang berzina apabila diketahui zinanya hingga beliau bertaubat dan habis ’iddahnya, berdasarkan firman Allah -Subhanahu wata’ala-, artinya: ”dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin” (An-Nur:3).
3.      Haram bagi seorang laki-laki untuk menikahi istrinya yang telah dicerai tiga sehingga beliau (mantan istri) telah digauli oleh suami gres dengan pernikahan yang benar, berdasarkan firman Allah -Subhanahu wata’ala-, artinya: ”Cerai itu dua kali …” sampai kepada firma-Nya: ”Maka kalau beliau menceraikannya” yakni cerai yang ketiga, ”Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga beliau kawin dengan suami yang lain.”(Al-Baqoroh: 230)
4.    Haram menikahi perempuan yang sedang berihram (haji atau umroh) hingga beliau halal dari ihromnya. Demikian juga tidak boleh bagi laki-laki yang sedang ihrom untuk melaksanakan ijab kabul dengan seorang perempuan sedangkan beliau masih berihrom, berdasarkan sabda Nabi Muhammad -Shalallahu alaihi wasalam

Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Islam
Sebagai materi tumpuan dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis besar hak dan kewajiban suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku “Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap” karangan H.A. Abdurrahman Ahmad.
Hak Bersama Suami Istri
·        Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
·        Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
·        Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
·        Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
Adab Suami Kepada Istri .
·        Suami hendaknya menyadari bahwa istri ialah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
·        Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
·        Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
·        Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, kawasan tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil kalau beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
·        Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melaksanakan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
·        Orang mukmin yang paling tepat imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
·        Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
·        Suami dihentikan berlaku berangasan terhadap istrinya. (Tirmidzi)
·        Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
·        Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi perilaku jelek istrinya. (Abu Ya’la)
·        Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa berangasan dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
·        Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
·        Suami wajib selalu menawarkan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
·        Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan perempuan (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
·        Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
·        Suami tidak boleh membuka malu istri kepada siapapun. (Nasa’i)
·        Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
·        Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)
Adab Isteri Kepada Suami
·        Hendaknya istri menyadari clan mendapatkan dengan tulus bahwa kaum laki-Iaki ialah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
·        Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
·        Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
·        Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
  1. Menyerahkan dirinya,
  2. Mentaati suami,
  3. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
  4. Tinggal di kawasan kediaman yang disediakan suami
  5. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
·        Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
·        Apabila seorang suami mengajak istrinya ke kawasan tidur untuk menggaulinya, kemudian sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
·        Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
·        Yang sangat penting bagi istri ialah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
·        Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka saya akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
·        Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
·        Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
·        Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)
·        Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga yang jelek (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
·        Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
·        Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30-31)
PERNIKAHAN YANG DILARANG DALAM ISLAM
PERNIKAHAN YANG DILARANG DALAM SYARIAT ISLAM.
1. Nikah Syighar
2. Nikah Tahlil
3. Nikah Mut’ah
4. Nikah Dalam Masa ‘Iddah.
5. Nikah Dengan Wanita Kafir Selain Yahudi Dan Nasrani.
6. Nikah Dengan Wanita-Wanita Yang Diharamkan Karena Senasab Atau Hubungan Kekeluargaan Karena Pernikahan.
7. Nikah Dengan Wanita Yang Haram Dinikahi Disebabkan Sepersusuan,
8. Nikah Yang Menghimpun Wanita Dengan Bibinya, Baik Dari Pihak Ayahnya
9. Nikah Dengan Isteri Yang Telah Ditalak Tiga.
10. Nikah Pada Saat Melaksanakan Ibadah Ihram.
11. Nikah Dengan Wanita Yang Masih Bersuami.
12. Nikah Dengan Wanita Pezina/Pelacur.
13. Nikah Dengan Lebih Dari Empat Wanita.